Perpisahan.
Salah satu kata dalam bahasa Indonesia yang cukup menyebalkan bukan?
Yeah,
setidaknya ini yang ada di kepala saya, beberapa waktu yang lalu. Dulu tepatnya,
saat diri ini merasa belum terbiasa dengan perpisahan, hingga menganggap hal
tersebut termasuk salah satu yang paling menyebalkan di dunia. Padahal kalau diingat-ingat lagi, seharusnya saya
sudah terbiasa dengan perpisahan semenjak kecil, namun entah kenapa
sepertinya diri ini baru bisa bersahabat dengan kata itu semenjak terlepas dari
bangku putih abu-abu
Dulu,
setiap kali akan ‘ditinggalkan’ oleh seseorang—entah siapapun itu, pasti diri
ini secara refleks akan menghindar. Saya yakin bahwa tidak hanya saya yang
memiliki pemikiran ‘lebih baik saya yang
meninggalkan orang lain, daripada saya harus ditinggalkan oleh orang lain’,
karena memang pada kenyataannya lebih menyebalkan berada pada posisi
‘ditinggalkan’ daripada ‘meninggalkan’. Jika perpisahan itu hanya terjadi
sekali dua kali, mungkin masih bisa ditoleransi. Namun jika perpisahan itu
harus dilakukan berkali-kali, berpuluh-puluh kali, bahkan beratus-ratus kali,
bukankah akan sangat melelahkan untuk menghindarinya terus-menerus? Apalagi
jika pada kenyataannya, usaha untuk menghindar itu hanya sebuah kamuflase, yang
pada akhirnya tetap berujung pada, saya yang ditinggalkan oleh mereka.
Hingga
pada akhirnya diri ini mulai belajar untuk bersahabat dengan perpisahan.
Terlalu bersahabat, kalau boleh saya bilang, hingga yang tampak dari luar
adalah suatu bentuk ‘mati rasa’ saat menghadapi perpisahan itu. Tapi jangan
khawatir kawan, itu hanya yang nampak pada luarnya saja. Ya, saya lebih suka
menikmati bagaimana menyebalkannya perpisahan dalam diam, dalam kesendirian,seperti pagi itu 18Oktober 2012.Berawal dari pengaktifan nomor lama yang kurasa tak begitu kuinginkan untuk mengaktifkannya.Tapi entah karena iseng atau bosan,marah,kecewa sama B*** atas apa yang dy perbuat d hari minggu,14Oktober 2012 aku berniat mengaktifkan seharian saja.Namun diluar dugaan,salah jika hal itu mampu membuatnya sadar, justru sebaliknya. Dy marah2 dan menganggap hal itu sangat parah dan memutuskan untuk menjadikan alasan itu sebagai yach.... ktakanlah perpisahan yang tanpa sebab dan tanpap salam perpisahan.Keesokan harinya datang kerumah dengan penuh rasa apa yang aku tak tahu madsud nya. Bisa dy jelaskan dengan baik atau apa mau dy dengan kesalahan yang kuanggap bisa diselesaikan dengan baik2 ini seperti aku memaklumi kesalahan dy selama ini.Namun, namanya orang temperamental atau entah lagi banyak setan disekelilingnya yang menyebabkan dy tak menggunakan akal pikiran nya dengan sehat.Dy langsung menghakimiku ,dan membuatku tak bisa lagi untuk berkata apa-apa dan memohonnya untuk menyelamatkan hubungan ini.
Salah ,dan Crush. Dy marah2 padaku dan nomornya dy patahin didepanku. madsudnya apa, kalau memang niat putus tak usah melukai dengan cara seperti itu.Katanya kejujuran adalah hal utama bagi dy, jika memang itu, sudahkah qm selalu jujur dalam membina semua ini?sudahkah qm selalu memberi contoh kejujuran dalam hal kecil walau itu sepele?lalu kau tanya apa ada yang perlu qm katakan?Lalu kau pergi dengan rasa arrogantmu tanpa rasa maaf atau perpisahan,tanpa peduli perasaanku.Aku pasrah dalam diam, marah jelas iya dalam hati namun terlalu sedih terlalu lemah ku menjelaskan saat itu juga. Capek hati ini disakiti,pikirku.Berharap dy mengerti dan sadar akan yang dy lakukan, saling memafkan paling tidak.Namun, salah jika yang kuharapkan seperti itu, dmna nurani dy sebenarnya?Telah kupatahkan alasan mengakhiri hubungan tanpa pihak ke tiga,setidak nya aku tidak melakukan hal itu kepadanya.Selamat bila hati qm tidak terluka,terimakasih atas luka yang qm berikan padaku.Ketahuilah suatu saat,Allah Maha Adil
Salam perpisahan, perlukah itu? Saya rasa tidak, karena dengan begitu, setidaknya saya jadi bisa berharap bahwa suatu saat kita bisa bertemu lagi, dilain kesempatan yang tentunya lebih baik dari beberapa bulan yang sudah kita lalui bersama. Biarlah salam perpisahan itu berubah menjadi doa dan harapan, yang mengiringi perjalanan kita ditempat yang baru.
Memiliki kehilangan,.. Semacam, mengingatkan saya bahwa tidak ada satu halpun di dunia ini yang bisa dimiliki manusia, selain rasa kehilangan itu sendiri, karena pada kenyataannya, segala kerumitan hidup hanya berakhir pada satu kata sederhana: perpisahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar